BIROKRASI
1. Definisi
Birokrasi
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang
berarti meja atau kantor; dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah.
Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika
kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui
kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa Inggris
secara umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering
disebut dengan public sector, public service atau public administration.
Definisi birokrasi telah
tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten. Kamus akademi Perancis
memasukan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti kekuasaan, pengaruh, dari
kepala dan staf biro pemerintahan. Kamus bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan
birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintah
dan cabang-cabangnya memeperebutkan diri untuk mereka sendiri atas sesama warga
negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan birokrasi sebagai
kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.
Birokrasi
berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem
kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional
dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan
aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas
administrasi berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser &
Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam Setiwan,1998).
Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :
- Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan.
- Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
Definisi birokrasi ini mengalami revisi, dimana
birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai
- Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat.
- Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.
Berdasarkan definisi
tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari penunjukan atau
ditunjuk (appointed) dan bukan dipilih (elected).
Beberapa Definisi Birokrasi Menurut Para Ahli :
1. Hegel
dan Karl Marx
Keduanya mengartikan
birokrasi sebagai instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial.
Hegel berpendapat birokrasi adalah medium yang dapat dipergunakan untuk
menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan general (umum). Sementara
itu teman seperjuangannya, Karl Marx, berpendapat bahwa birokrasi merupakan
instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan
kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial lainnya, dengan kata lain
birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi tersebut.
2.
Bintoro Tjokroamidjojo
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984) ”Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang”.
Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi adalah agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih di dalam penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya menjadi tugas dari birokrasi.
3.
Blau dan
Page
Blau dan Page (1956) mengemukakan ”Birokrasi sebagai tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang”. Jadi menurut Blau dan Page, birokrasi justru untuk melaksanakan prinsip-prinsip organisasi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi administratif, meskipun kadangkala di dalam pelaksanaannya birokratisasi seringkali mengakibatkan adanya ketidakefisienan.
4.
Ismani
Dengan mengutip pendapat dari Mouzelis, Ismani (2001) mengemukakan ”Bahwa dalam birokrasi terdapat aturan-aturan yang rasional, struktur organisasi dan proses berdasarkan pengetahuan teknis dan dengan efisiensi dan setinggi-tingginya. Dari pandangan yang demikian tidak sedikitpun alasan untuk menganggap birokrasi itu jelek dan tidak efisien”.
5.
Fritz
Morstein Marx
Dengan mengutip pendapat Fritz Morstein Marx, Bintoro Tjokroamidjojo (1984) mengemukakan bahwa birokrasi adalah ”Tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugas yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi yang khususnya oleh aparatur pemerintahan”.
6.
Riant
Nugroho Dwijowijoto
Dengan mengutip Blau dan Meyer, Dwijowijoto (2004) menjelaskan bahwa ”Birokrasi adalah suatu lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial terhadap hal-hal yang baik maupun buruk dalam keberadaannya sebagai instrumen administrasi rasional yang netral pada skala yang besar”. Selanjutnya dikemukakan bahwa ”Di dalam masyarakat modern, dimana terdapat begitu banyak urusan yang terus-menerus dan ajeg, hanya organisasi birokrasi yang mampu menjawabnya. Birokrasi dalam praktek dijabarkan sebagai pegawai negeri
sipil”.
- Suatu prosedur yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien;
- Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.
Berbicara soal
birokrasi, tidak bisa lepas dari konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama
asal Jerman, dalam karyanya ”The Theory of Economy and Social Organization”,
yang dikenal melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model ini yang
sering diadopsi dalam berbagai rujukan birokrasi berbagai negara, termasuk di
Indonesia, walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan.
Weber membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda. Kewenangan tradisional (traditional authority) mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi yang diwariskan antar generasi. Kewenangan kharismatik (charismatic authority) mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas pribadi dan yang tinggi dan bersifat supranatural. Dan, kewenangan legal-rasional (legal-rational authority) mempunyai legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan.
Dalam analisis Weber, organisasi “tipe ideal” yang dapat menjamin efisiensi yang tinggi harus mendasarkan pada otoritas legal-rasional., Weber mengemukakan konsepnya tentang the ideal type of bureaucracy dengan merumuskan ciri-ciri pokok organisasi birokrasi yang lebih sesuai dengan masyarakat modern, yaitu:
Weber membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda. Kewenangan tradisional (traditional authority) mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi yang diwariskan antar generasi. Kewenangan kharismatik (charismatic authority) mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas pribadi dan yang tinggi dan bersifat supranatural. Dan, kewenangan legal-rasional (legal-rational authority) mempunyai legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan.
Dalam analisis Weber, organisasi “tipe ideal” yang dapat menjamin efisiensi yang tinggi harus mendasarkan pada otoritas legal-rasional., Weber mengemukakan konsepnya tentang the ideal type of bureaucracy dengan merumuskan ciri-ciri pokok organisasi birokrasi yang lebih sesuai dengan masyarakat modern, yaitu:
- A hierarchical system of authority (sistem kewenangan yang hierakis)
- A systematic division of labour (pembagian kerja yang sistematis)
- A clear specification of duties for anyoneworking in it (spesifikasi tuhas yang jelas)
- Clear ang systematic diciplinary codes and procedures (kode etik disiplin dan prosedur yang jelas serta sistematis)
- The control of operation through a consistent system of abstrac rules (kontrol operasi melalui sistem aturan yang berlaku secara konsisten)
- A consistent applications of general rules to specific cases (aplikasi kaidah-kaidah umum kehal-hal pesifik dengan konsisten)
- The selection of emfloyees on the basic of objectively determined qualivication (seleksi pegawai yang didasarkan pada kualifikasi standar yang objektif)
- A system of promotion on the basis of seniority or merit, or both (sistem promosi berdasarkan senioritas atau jasa, atau keduanya)
- Jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice offices are organized hierarchically)
- Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its own area of competence)
- Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang ditunjukan dengan ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed, not electe, on the basis of technical qualifications as determined by diplomas or examination)
- Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya. (Civil servants receive fixed salaries accordingto rank)
- Pekerjaan merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai pegawai negeri. (The job is a career and the sole, or at least primary, employment of the civil servant)
- Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri. (The official does not own his or her office)
- Para pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan. (the official is subject to control and discipline)
- Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata. (Promotion is based on superiors judgement)
Dalam kehidupan sebuah negara yang
merdeka dan berdaulat, birokrasi mempunyai peranan dan fungsi
penting dalam menjalankan kehidupan di suatu negara. Namun, besarnya
pengaruh kekuasaan dan politik mengakibatkan birokrasi tidak
profesional atau mandul. Birokrasi dengan kultur yang dibangunnya,
cenderung lebih sibuk melayani penguasa daripada menjalankan fungsi utamanya
sebagai pelayan masyarakat. Misalnya, dalam bidang pelayanan publik, upaya yang
telah dilakukan dengan menetapkan standar pelayanan publik, dengan harapan
pelayanan yang cepat, tepat, murah dan transparan belum dapat terwujud. Upaya
tersebut belum banyak dinikmati masyarakat, dikarenakan pelaksanaan sistem dan
prosedur pelayanannya kurang efektif, efesien, berbelit-belit, lamban, tidak
merespons kepentingan pelanggan/masyarakat yang ditimpakan kepada
birokrasi. Semua ini merupakan cerminan bahwa kondisi birokrasi dewasa
ini dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih belum sesuai dengan
harapan dan keinginan masyarakat.
Ketidakpuasan terhadap kinerja
pelayanan publik, dapat dilihat dari keengganan masyarakat berhubungan dengan
birokrasi pemerintah atau dengan kata lain adanya kesan untuk sejauh mungkin
menghindari birokrasi pemerintah. Fenomena kurang responsif, kurang informatif,
kurang koordinasi, tidak mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat
inefesiensi dan birokratis, merupakan kondisi pelayanan publik yang dirasakan
oleh masyarakat selama ini. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya
peran Kementerian/Lembaga yang tumpang tindih, pemerintah yang dirasakan
masih sentralistik, kurangnya infrastruktur, masih menguatnya budaya dilayani
bukan melayani, transparansi biaya dan prosedur pelayanan yang belum jelas,
serta sistem insentif/penghargaan dan sanksi belum maksimal.(Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi)
Beberapa konsep modern tentang birokrasi
tergambar oleh penjelasan para pemikir seperti Weber, Peter Blau, de Gourney,
dan Mill. Diantaranya yaitu:
- Birokrasi sebagai organisasi rasional
- Birokrasi sebagai inefisiensi organisasi
- Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat
- Birokrasi sebagai administrasi Negara ( public )
- Birokrasi sebagai administrasi yabg dijalankan oleh pejabat
- Birokrasi sebagai suatu organisasi
- Birokrasi sebagai masyarakat modern
Pentingnya Birokrasi
1. Teori yang lama memandang birokrasi sebagai
instrumen politik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, teori tersebut
ditolak, dengan menyatakan pentingnya peranan birokrasi dalam seluruh tahapan
atau proses kebijakan publik.
2.
Menurut
Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya sebagai
“delegated legislation”, “initiating policy” dan”internal drive for power,
security and loyalty”.
3.
Dalam
membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan,
(1) bagaimana para birokrat dipilih,
(2) apakah peranan birokrat dalam pembuatan
keputusan, dan
(3)bagaimana para birokrat diperintah.
Dalam hubungannya dengan pertanyaan kedua,
hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara proses pembuatan
keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat merupakan
bagian dari para pembuat keputusan.
4.
Pentingnya
peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang di mana
mereka semuanya telah memberikan prioritas kegia-tannya pada penyelenggaraan
pembangunan nasional. Di negara-negara ini
Birokrasi Di Indonesia
Birokrasi
di Indonesia memiliki posisi dan peran yang sangat strategis. Birokrasi
menguasai banyak aspek dari hajat hidup masyarakat. Mulai dari urusan
kelahiran, pernikahan, perizinan usaha sampai urusan kematian, masyarakat tidak
bisa menghindar dari birorkasi. Ketergantungan masyarakat sendiri terhadap
birokrasi juga masih sangat besar.
Ditinjau dari aspek kebudayaan, aparatur birokrasi memiliki status sosial yang tinggi di tengah masyarakat. Status sosial tersebut merupakan aset kekuasaan, karena orang cenderung mau tunduk pada orang lain yang memiliki status sosial lebih tinggi.
Dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan, dengan sifat dan lingkup pekerjaannya, birokrasi menguasai aspek-aspek yang sangat luas dan strategis. Birokrasi menguasai akses-akses sumber daya alam, anggaran, pegawai, proyek-proyek, serta menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki pihak lain.
Dengan posisi dan kemamampuan besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Birokrasi dengan aparaturnya juga memiliki berbagai keahlian teknis yang tidak dimiliki oleh pihak-pihak non birokrasi, seperti dalam hal perencanaan pembangunan, pengelolaan infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan transportasi dan lain-lain.
Birokrasi di Indonesia juga memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dari gambaran di atas nyatalah, bahwa birokrasi di Indonesia memiliki peran yang cukup besar. Besarnya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan pembangunan. Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikan mengalami banyak hambatan. Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik, maka program-program pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah satu prasyarat penting keberhasilan pembangunan.
Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu:
1. Buruknya pelayanan public
Ditinjau dari aspek kebudayaan, aparatur birokrasi memiliki status sosial yang tinggi di tengah masyarakat. Status sosial tersebut merupakan aset kekuasaan, karena orang cenderung mau tunduk pada orang lain yang memiliki status sosial lebih tinggi.
Dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan, dengan sifat dan lingkup pekerjaannya, birokrasi menguasai aspek-aspek yang sangat luas dan strategis. Birokrasi menguasai akses-akses sumber daya alam, anggaran, pegawai, proyek-proyek, serta menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki pihak lain.
Dengan posisi dan kemamampuan besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Birokrasi dengan aparaturnya juga memiliki berbagai keahlian teknis yang tidak dimiliki oleh pihak-pihak non birokrasi, seperti dalam hal perencanaan pembangunan, pengelolaan infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan transportasi dan lain-lain.
Birokrasi di Indonesia juga memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dari gambaran di atas nyatalah, bahwa birokrasi di Indonesia memiliki peran yang cukup besar. Besarnya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan pembangunan. Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikan mengalami banyak hambatan. Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik, maka program-program pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah satu prasyarat penting keberhasilan pembangunan.
Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu:
1. Buruknya pelayanan public
1. Besarnya
angka kebocoran anggaran Negara
2. Rendahnya
profesionalisme dan kompetensi PNS
3. Sulitnya
pelaksanaan koordinasi antar instansi
4. Masih
banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak sinergis
dan tidak relevan dengan perkembangan aktual, dan masalah-masalah lainya.
Birokrasi
juga dikenal enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan,
sehingga hampir seluruh urusan masyarakat membutuhkan sentuhan-sentuhan
birokrasi
Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.
Dalam survei Doing Business 2009 yang dibuat oleh International Finance Corporation (IFC) di 181 negara, Indonesia berada pada urutan 129. Survei yang dilakukan terhadap 10 indikator berusaha, yaitu starting a business, dealing with construction permits, employing workers, registering property, getting credit, dan protecting investor.
Selain itu paying taxes, trading across borders, enforcing contract serta closing a business. Dari kesepuluh indikator tersebut, Indonesia hanya mengalami kemudahan berusaha dalam hal getting credit, yakni kemudahan memperoleh kredit yang merupakan buah kerja Bank Indonesia yang mememberikan kemudahan dan informasi institusi keuangan, termasuk profil risiko peminjam.
Posisi Indonesia berada jauh di bawah Thailand yang menduduki peringkat 13, Malaysia di urutan 20, dan Vietnam posisi ke 92. Indonesia hanya sedikit di atas Kamboja dengan peringkat 135 dan Filipina dengan urutan 140. ASEAN perlu berbangga karena negeri jiran, Singapura, mempertahankan posisinya di peringkat pertama, disusul urutan berikutnya Selandia Baru, AS, Hong Kong, dan Denmark.
R Nugroho Dwijowiyoto (2001) menyatakan kondisi riil birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut :
Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku.
Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.
Birokrasi sangatlah commanding dan sentralistik, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan zaman mondial kini dan masa depan, di mana dibutuhkan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan.
Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.
Dalam survei Doing Business 2009 yang dibuat oleh International Finance Corporation (IFC) di 181 negara, Indonesia berada pada urutan 129. Survei yang dilakukan terhadap 10 indikator berusaha, yaitu starting a business, dealing with construction permits, employing workers, registering property, getting credit, dan protecting investor.
Selain itu paying taxes, trading across borders, enforcing contract serta closing a business. Dari kesepuluh indikator tersebut, Indonesia hanya mengalami kemudahan berusaha dalam hal getting credit, yakni kemudahan memperoleh kredit yang merupakan buah kerja Bank Indonesia yang mememberikan kemudahan dan informasi institusi keuangan, termasuk profil risiko peminjam.
Posisi Indonesia berada jauh di bawah Thailand yang menduduki peringkat 13, Malaysia di urutan 20, dan Vietnam posisi ke 92. Indonesia hanya sedikit di atas Kamboja dengan peringkat 135 dan Filipina dengan urutan 140. ASEAN perlu berbangga karena negeri jiran, Singapura, mempertahankan posisinya di peringkat pertama, disusul urutan berikutnya Selandia Baru, AS, Hong Kong, dan Denmark.
R Nugroho Dwijowiyoto (2001) menyatakan kondisi riil birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut :
Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku.
Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.
Birokrasi sangatlah commanding dan sentralistik, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan zaman mondial kini dan masa depan, di mana dibutuhkan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan.
2.Keuntungan dan Kelemahan Birokrasi
Keuntungan Birokrasi
- Teori birokrasi ini mempunyai kekuatannya yang tersendiri, walaupun teori ini sering dikaitkan dengan pelbagai streotaip negatif, namun teori birokrasi ini juga banyak memberikan sumbangan kepada teori dalam pengurusan sumber manusia. Menurut Kettner (2002), terdapat tiga pertimbangan yang diambil kira dalam teori birokrasi iaitu pertama ialah kebertanggungjawapan (accountability), kedua ialah hierarki dan definisi tanggungjawab, manakala yang ketiga pula ialah penyediaan untuk kerja. Kesemua instrumen tersebut adalah kekuatan kepada teori ini dan inilah yang membezakannnya dengan teori organisasi yang lain.
- Hierarki dan definisi tanggungjawab adalah merupakan ciri penting birokrasi dalam membantu pengurusan tempat kerja yang tersusun. Lakaran prinsipal terhadap semua tugas haruslah jelas dan harus disusun dalam bentuk hierarki. Dengan adanya hierarki dan spesifikasi tugas ini, ianya dapat memberi kekuatan terhadap organisasi birokrasi kerana ia dapat memantapkan lingkungan kuasa yang ada pada jabatan, program, unit kecil dan bagi setiap pekerja itu sendiri. Salah satu lagi kelebihannya disini ialah setiap pekerja amat jelas serta tahu kerja dan tugas harian yang patut dilakukan oleh mereka, tanpa perlu bergantung kepada arahan untuk melakukan sesuatu tugas daripada pihak lain.
- Ada
Aturan, Norma, dan Prosedur untuk Mengatur Organisasi
Dalam model teori birokrasi Max Weber, ditekankan mengenai pentingnya peraturan. Weber percaya bahwa peraturan seharusnya diterapkan secara rasional dan harusnya ada peraturan untuk segala hal dalam organisasi. Tentunya, peraturan-peraturan itu tertulis. Dengan demikian, organisasi akan mempunyai pedoman dalam menjalankan tugas-tugasnya
- Kelemahan-kelemahan birokrasi terletak dalam hal:
a. penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
b. terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki
c. kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
d. berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi - Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K. Merton lebih merupakan “bureaucratic dysfunction” dengan ciri utamanya “trained incapacity”.
- Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-tingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan. Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan mengabaikan peranan pendidikan.
- Keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.
- Salah satu kelemahan yang sering dikaitkan dengan birokrasi ialah “red tape” . Istilah ini merujuk kepada satu peraturan birokrasi yang sangat berlebihan sehingga menyebabkan kelewatan kepada sesuatu urusan ataupun proses. Menurut struktur birokrasi Weber yang diberikan oleh Etzioni dalam bukunya, sistem pencatatan perlu dilakukan untuk merekod segala tindakan, keputusan dan peraturan dalam pentadbiran. Peraturan inilah yang sebenarnya menyebabkan “red tape” kerana ia menyebabkan proses perjalanan urusan dokumentasi menjadi lambat.
3. Birokratisme
Pengertian
birokratisme mengacu pada sifat keterpakuan pada rutinitas, penolakan terhadap
inovasi, keengganan memikul tanggung jawab, kekakuan dalam menerapkan aturan,
dan kecenderungan menunda pekerjaan (Dawam Raharjo; Prisma, 1986). Selain
sebagai acuan pemahaman, pengertian ini dapat juga dijadikan pegangan dalam
evaluasi dan perbaikan.
Contoh
gampangnya, Bila seharusnya di Kantor Desa untuk membuat KTP adalah 1 Minggu,
namun pada kenyataannya ternyata lebih lama,
itu termasuk Birokratisme. Kalau jadi lebih cepat itu juga Birokratisme.
Birokratisme
adalah sebuah keburukan yang terdefinisi dengan baik, sebuah pelencengan yang
buruk dan berbahaya, yang telah dikutuk secara resmi namun tetap tidak
menunjukkan tanda-tanda akan melenyap. Terlebih lagi, cukuplah sulit untuk
melenyapkannya dengan satu pukulan! Tetapi bila birokratisme, seperti yang
dikatakan oleh resolusi Komite Pusat, mengancam untuk memisahkan partai dari
massa dan oleh karenanya melemahkan karakter kelas dari partai, maka perjuangan
melawan birokratisme tidak mungkin berasal dari pengaruh-pengaruh non-proletar.
Sebaliknya, aspirasi partai untuk menjaga karakter proletarnya niscaya harus
melahirkan resistensi terhadap birokratisme. Tentu di bawah kedok resistensi
ini, berbagai tendensi yang keliru, tidak sehat, dan berbahaya dapat memanifestasikan
diri mereka. Dan mereka tidak dapat diungkapkan tanpa menganalisa dengan metode
Marxis isi ideologi mereka. Akan tetapi, mengidentifikasikan resistensi
terhadap birokratisme sebagai sebuah kelompok yang menjadi kendaraan untuk
pengaruh asing adalah sendirinya menjadi “kendaraan” untuk pengaruh birokratis.
Daftar
Pustaka
Ø http://www.setkab.go.id/artikel-5543-.html
(Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi)
Ø Kutipan buku birokrasi martin albrow
Ø Hall,
R. H. (1999). Organizations: Structures, Processes, and Outcomes. (7th
ed). United States: Prentice-Hall, Inc. (Edisi Terjemahan)
Ø Mouzelis,
N. P. (1967). Organization and Bureaucracy. Great Britain: Routledge
11 New Fetter lane. (Edisi Terjemahan)
Ø MAX WEBER (1864 )THEORY OF BUREAUCRACY
Ø Dr.
Edi Siswadi , M. Si Rethinking Birokrasi
. Pustaka Publisher
Ø Kristian
Widya Wicaksono. Administrasi dan
Birokrasi Pemerintah. Graha Ilmu
Ø Martin Albrow, Birokrasi,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, Cet.3, 2004)
terima kasih, sangat membantu.
BalasHapuswww.kiostiket.com