Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Hubungan nya dengan Etika & Profesionalisme TSI
Setiap
negara , pasti memiliki cara tersendiri mengenai peraturan hukum yang berlaku
di negara nya masing masing begitu pun di Indonesia, negara kita terkenal
dengan Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang
melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum. Maka dari
itu di dunia informasi teknologi dan elektronik dikenal dengan UU ITE.
Undang-Undang ITE ini sendiri dibuat berdasarkan keputusan anggota dewan pada
tahun 2008. Keputusan ini dibuat berdasarkan musyawarah mufakat untuk melakukan
hukuman bagi para pelanggar terutama di bidang informasi teknologi elektronik. Di zaman yang
serba digital dan internet seperti sekarang ini, UU ITE sangat penting untuk
mendukung lancarnya kegiatan yang dilakukan via Internet. Banyak kasus
pencurian dan kriminal terjadi lewat internet namun tidak semua dapat
dituntaskan. UU ITE ini sebagai upaya pemerintah untuk menjamin keamanan
transaksi elektronik.
Saat ini, apapun aktivitas yang di
lakukan pasti ada kaitan nya dengan Teknologi sistem inormasi sebagai sarana
yang mendukung untuk mencapai suatu maksud atau tujuan tertentu, seperti sistem
komunikasi melalui media internet untuk penyampaian informasi, pertukaran data,
transaksi online. Dengan adanya Undang undang yang mengatur tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, di harapkan dapat membantu menyelesakan permasalahan
hukum yang seringkali dihadapi diantaranya dalam penyampaian informasi,
komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal
pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan
melalui sistem elektronik.
Gambaran Umum UU
ITE. UU ITE ini terdiri dari 13 bab dan 54 pasal
Bab 1 – Tentang
Ketentuan Umum, Yang menjelaskan istilah–istilah teknologi informasi menurut
undang-undang informasi dan transaksi elektronik.
Bab 2 – Tentang
Asas Dan Tujuan, Yang menjelaskan tentang landasan pikiran dan tujuan
pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Bab 3 – Tentang
Informasi, Dokumen, Dan Tanda Tangan Elektronik, Yang menjelaskan sahnya secara
hukum penggunaan dokumen dan tanda tangan elektronik sebagai mana dokumen atau
surat berharga lainnya.
Bab 4 – Tentang
Penyelenggaraa Sertifikasi Elektronik Dan Sistem Elektronik, Menjelaskan
tentang individu atau lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikasi elektronik
dan mengatur ketentuan yang harus di lakukan bagi penyelenggara sistem
elektronik.
Bab 5 - Tentang
Transaksi Elektronik, Berisi tentang tata cara penyelenggaraan transaksi
elektronik.
Bab 6 – Tentang
Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual, Dan Perlindungan Hak
Pribadi,
Menjelaskan tentang tata cara kepemilikan dan penggunaan nama domain,
perlindungan HAKI, dan perlindungan data yang bersifat privacy.
Bab – 7 Tentang
Perbuatan Yang Dilarang, Menjelaskan tentang pendistribusian dan
mentransmisikan informasi elektronik secara sengaja atau tanpa hak yang
didalamnya memiliki muatan yang dilarang oleh hukum.
Bab – 8 Tentang
Penyelesaian Sengketa, Menjelaskan tentang pengajuan gugatan terhadap pihak
pengguna teknologi informasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bab 9 – Tentang
Peran Pemerintah Dan Peran Masyarakat,
Menjelaskan
tentang peran serta pemerintah dan masyarakat dalam melindungi dan memanfaatkan
teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Bab 10 – Tentang
Penyidikan, Bab ini mengatur tata cara penyidikan tindak pidana yang melanggar
Undang-Undang ITE sekaligus menentukan pihak-pihak yang berhak melakukan
penyidikan.
Bab 11 - Tentang
Ketentuan Pidana, Berisi sanksi-sanksi bagi pelanggar Undang-Undag ITE.
Bab – 12 Tentang
Ketentuan Peralihan, Menginformasikan bahwa segala peraturan lainnya dinyatakan
berlaku selama tidak bertentangan dengan UU ITE.
Bab 13 – Tentang
Ketentuan Penutup, Berisi tentang pemberlakuan undang-undang ini sejak ditanda
tangani presiden.
Hubungan UU ITE dengan Etika &
Profesionalisme TSI yang akan saya bahas adalah terdapat pada Bab 7 yaitu Tentang
Perbuatan Yang Dilarang, Menjelaskan tentang pendistribusian dan
mentransmisikan informasi elektronik secara sengaja atau tanpa hak yang
didalamnya memiliki muatan yang dilarang oleh hukum. Perbuatan yang
Dilarang yang dijabarkan pada Bab VII Pasal 27 – 29 UU ITE merupakan
penjabaran perilaku – perilaku tidak beretika, kegagalan dari komunikasi
digital, di lihat dari prinsip komunikasi dan etika komunikasi, di
mana media sosial dan jejaring sosial berada di dunia maya, dan oleh
karenanya kita menjadi memiliki sifat
subyektif bergantung pada latar belakang sosial, budaya, dan pengetahuan
umum, maka apa yang dinyatakan di UU ITE tentang ketentuan
pidana, menjadi tidak relevan. Karena masalah etika adalah masalah
sosial bukan masalah hukum pidana negara. Perilaku sosial yang kurang patut tersebut terjadi di dunia
maya, maka sangsi sosial virtual-lah yang paling tepat untuk
mengatasinya. Peran pemerintah seharusnya secara nyata mendidik
masyarakat Indonesia bagaimana beretika dalam menggunakan media sosial/
jejaring sosial, bukan menghukum pidana
Kasus pelanggaran yang sering terjadi
dalam hal ini adalah pencemaran nama baik, masih ingat dengan kasus Florence Sihombing? Yaaaa,
Mahasiswi S2 UGM ini ditahan karena diadukan LSM akibat postingan nya di social
media Path yang mengiha rakyat Yogyakarta. Kita menyadari, bahwa dengan adanya media
sosial, seperti Facebook, Twitter, Blog, Path, BBM, dll , membawa perubahan
yang sangat luas dalam berkomunikasi. Kita sebagai pengguna harus berhati hati
dengan semua media sosial tersebut karena dapat dilihat semua orang melalui
gadget yang di miliki nya. Kita tidak tahu bagaimana tentang apresiasi sebagian
orang terhadap etika saat menggunakan media sosial. Akibatnya, sebagaian orang tidak memahami
dampak hukum jika memakai media sosial sebagai tempat menuliskan sesuatu yang
merugikan pihak lain, seperti menyebarkan fitnah, memutarbalikkan fakta,
menyebarkan kabar bohong, dan yang lain nya
Dalam hal ini, Sosialisasi UU ITE
(Informasi dan Transaksi Elektronik) No 11 Tahun 2008 juga tidak merata
sehingga banyak orang yang tidak mengetahui pasal-pasal di UU itu yang bisa
menjerat perbuatan yang melawan hukum. Maka berhati hati lah jika ingin
mengekspresikan pendapat kita teradap sesuatu al yang terlihat sepele terkadang
menjadi boomerang untuk diri kita sendiri, maka Perbuatan yang sesuai dengan
pasal 27 ayat 3 merupakan perbuatan yang melawan hukum dengan sanksi pidana
yang juga disebut sebagai kriminal. Pasal 27 ayat 3 inilah yang dipakai banyak
kalangan untuk melaporkan tulisan dan status di media sosial. Maka dari itu,
kita arus memiliki etika dan aturan jika ingin berekspresi teradap sesuatu,
harus jadi pembelajaran bagi siapa saja yang akan memakai media sosial dalam
menyampiakan pendapat, kritik, dan kebebasan berekspresi.
Kita
tahu, bahwa kita berhak mendapatkan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap
orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin namun disertai dengan
tanggung jawab. Maka dengan adanya UU ITE ini dapat di arapkan memberikan rasa
aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara
teknologi informasi.
Menyangkut
Etika dan Profesionalisme dalam UU ITE, beberapa penyalahgunaan internet yang
dapat menghancurkan keutuhan bangsa secara keseluruhan, yakni pornografi,
kekerasan, dan informasi yang mengandung hasutan SARA. Semoga kehadiran UU ITE
bisa menjadi pelindung hukum bagi aparat kepolisian untuk bertindak tegas dan
selektif terhadap berbagai jenis penyalahgunaan internet. sehingga, kehadiran
UU ini tidak menimbuklkan kesan yang menakutkan bagi pengguna dan
mematikan kreativitas seseorang di dunia maya.
Referensi :
- www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf, Di akses 6 maret 2015
- http://www.slideshare.net/EsyGenk/etika-dalam-menggunakan-jejaring-sosial , di akses tanggal 7 maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar